BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak merupakan amanah bagi orang tua
dan anak memiliki hati yang masih suci dari berbagai pengaruh, dengan keadaan
yang sangat lemah ketika dilahirkan, maka sudah pasti tidak mungkin dapat hidup
terus jika tidak mendapat pertolongan
dan pemeliharaan dari orang tua atau lingkungan.
Sebagai orang tua yang bertanggung
jawab pasti menghendaki anaknya menjadi
orang yang berwatak baik dan berguna bagi masyarakat. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya
sungguh besar tidak cukup hanya dengan memberi makan, minum dan pakaian tetapi
orang tua wajib mendidik (memberikan pendidikan) kepada anaknya.
Dalam pendidikan anak, kedua
orangtua merupakan sosok manusia yang pertama kali dikenal anak, yang karenanya
perilaku keduanya akan mewarnai proses perkembangan kepribadian anak
selanjutnya, sehingga factor keteladanan dari keduanya menjadi sangat
diperlukan, karena apa yang didengar, dilihat dan dirasakan anak di dalam
berinteraksi dengan kedua orang tua akan
sangat membekas dalam memori anak.
Kesadaran orang tua terhadap
tanggung jawab dan peranannya sebagai pendidik yang pertama dan utama sangatlah mempengaruhi perkembangan
diri anak. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat juga merupakan
pangkal dari terbentuknya masyarakat.
Oleh karena itu keluarga merupakan wadah yang pertama dan fundamental
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Keberhasilan belajar anaknya perlu
adanya dorongan atau motivasi dari keluarga terutama orang tuanya sebagai
pendidik yang utama. Dalam makalah ini
akan membahas tentang peran keluarga/orang tua dalam meningkatkan motivasi
belajar anak.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengertian keluarga dan pendidikan?
2.
Apakah
pengertian motivasi belajar?
3.
Bagaimana peran
keluarga/orang tua dalam meningkatkan motivasi belajar anak?
4.
Bagaimana
hubungan antara peran orang tua dengan motivasi belajar anak?
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A.
Keluarga
dan Pendidikan
Keluarga
adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau
menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan
fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu
jaringan. Fitzpatrick memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya
berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu pengertian keluarga secara
struktural, pengertian keluarga secara fungsional, dan pengertian keluarga
secara intersaksional. Berikut ini masing-masing penjelasannya:
ü Pengertian Keluarga secara Struktural:
Keluarga
didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga,
seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada
siapa yang menjadi bagian dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul
pengertian tentang keluarga sebaga asal-usul (families of origin), keluarga
sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga
batih (extended family).
ü Pengertian Keluarga secara Fungsional:
Keluarga
didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi
psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak,
dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. Defenisi ini
memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.
ü Pengertian Keluarga secara Transaksional:
Keluarga didefenisikan sebagai kelompok
yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa
identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman
historis, maupun cita-cita masa depan. Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana
keluarga melaksanakan fungsinya. [1]
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sebagaimana
diketahui, pengertian pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 Butir 1 menganding penegasan tentang muatan
pendidikan, yaitu bahwa:
1.
Pelaksanaan
pendidikan diselenggarakan secara sadar dan terencana;
2.
Pendidikan
dilaksanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran;
3.
Suasana belajar
dan proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengembangkan potensi didik;
4.
Suasana belajar
dan proses pembelajaran dilaksanakan melalui pengaktifan diri peserta didik;
5.
Suasana belajar
dan proses pembelajaran dilaksanakan agar peserta didik memiliki
§ kekuatan spiritual keagamaan,
§ pengendalian diri,
§ kepribadian,
§ kecerdasan,
§ akhlak mulia,
§ serta keterampilan
6.
Apa yang
dicapai (dimiliki) peserta didik itu adalah sesuatu yang berguna bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. [2]
B.
Motivasi
Belajar
Kata
motivasi berasal dari Bahasa Inggris “motivation“. Kata asalnya ialah “motive”
yang artinya tujuan.
Kata
“motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Berawal dari kata “motif” itu,
maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. [3]
Dalam
kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar. [4]
Pengertian
Motivasi Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu
yang kompleks.
Motivasi
akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia,
sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga
emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
Sujono
Trimo memberikan pengertian motivasi adalah suatu kekuatan penggerak dalam prilaku individu dalam prilaku individu baik yang
akam menentukan arah maupun daya ahan (perintence) tiap perilaku manusia yang didalamnya
terkandung pula ungsur-ungsur emosional
insane yang berasangkutan
Dari
pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian motivasi adalah
keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan
menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang
menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.
Pengertian
belajar menurut Morgan, mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari
latihan atau pengalaman (Wisnubrata, 1983:3). Sedangkan menurut Moh. Surya
(1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada
prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Dari
uraian yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar
siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.[5]
Motivasi
belajar dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu,
dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak
perasaan tidak suka itu.
Fungsi
Motivasi
Tanpa
adanya motivasi (dorongan) usaha seseorang tidak akan dapat mencapai hasil yang
baik, begitu juga sebaliknya. Demikian
juga dalam mencapai hal belajar, belajar
akan lebih baik jika selalu disertai dengan motivasi yang sungguh-sungguh. Maka
tidaklah mengherankan apabila ada seseorang yang mampu mencapai prestasi sesuai
dengan yang diharapkan.
Dalam
proses belajar mengajar, motivasi mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting. Di antara fungsi motivasi belajar adalah:
1.
Mendorong
manusia untuk bertindak atau berbuat, jadi berfungsi sebagai penggerak atau
sebagai motor yang memberikan energi atau kekuatan kepada seseorang untuk
melakukan suatu tugas.
2.
Menentukan arah
perbuatan, yakni ke arah perbuatan suatu
tujuan dan cita-cita.
3.
Menyeleksi
perbuatan, menentukan perbuatan mana yang harus
dilakukan, yang sesuai guna mencapai tujuan. [6]
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Peran
Keluarga Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak
Untuk
dapat memperoleh hasil belajar yang optimal dalam belajar maka seorang anak perlu mendapatkan motivasi baik
intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena
itu hendaknya orang tua senantiasa memotivasi anak agar lebih giat dalam
belajar.
Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan
belajar anak di rumah, yaitu:
1.
Mengetahui
hasil
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan akan mendorong anak
untuk lebih giat belajar. Semakin
mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri
anak untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya akan terus meningkat.
Seorang
anak biasanya akan merasa malu apabila prestasinya merosot, oleh karena itu
orang tua hendaknya jangan segan-segan untuk menanyakan hasil yang dicapai oleh
anaknya.[7]
2.
Memberikan
hadiah dan hukuman
Metode
pemberian hadiah (reward) dikatakan sebagai motivasi yaitu apabila hadiah
tersebut disukai oleh anak sekalipun kecil/murah harganya. Sebaliknya hadiah tidak akan disukai oleh
anak apabila hadiah tersebut tidak disukai oleh anak atau anak tidak berbakat
untuk suatu pekerjaan.
Sebagai
contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan
menarik bagi anak yang tidak memiliki bakat menggambar. Hadiah tersebut pada
umumnya berbentuk benda. Orang tua akan menjanjikan kapada anak untuk
membelikan sepatu baru jika dia berhasil naik kelas dengan nilai yang bagus.
Hadiah tersebut dapat memotivasi anak agar mereka giat belajar.
Demikian
halnya dengan hukuman-hukuman dapat menjadi reinforcementyang negatif, tetapi
kalau diberikan secara tepat dan bijaksana dapat menjadi alat motivasi. Sebagai
contoh orang tua melarang anak untuk menonton televisi sebelum mereka selesai
belajar atau selesai mengerjakan pekerjaan rumahnya.[8]
3.
Pemberian
penghargaan
Pemberian
penghargaan diberikan oleh orang tua dalam rangka memberikan penguatan dari
dalam diri anak. Misal jika nilai ulangan anak baik, orang tua memberikan
pujian dan senyuman yang dapat membuat anak senang. Jika nilai ulangan anak
jelek, orang tua tidak boleh memarahinya, tetapi ditannyakan mengapa nilai
ulangannya jelek.
4.
Pemberian
perhatian
Perhatian
yang diberikan orang tua terhadap anak dapat berpengaruh terhadap motivasi
belajarnya. Misalnya pada saat anak pulang sekolah hendaknya orang tua
menanyakan apa saja yang dilakukan di sekolah. Dengan seringnya orang tua
menanyakan kepada anak tentang kegiatannya di sekolah dapat membangkitkan
motivasi belajar karena dia merasa mendapatkan perhatian yang lebih dari orang
tuanya.
5.
Menyediakan
alat atau fasilitas yang dibutuhkan
Anak
yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, juga membutuhkan
fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis
menulis, buku dan lain-lain.
Dengan
demikian pula adanya kesediaan dari orang
tua untuk memenuhi kebutuhan fasilitas belajar anaknya dapat mendorong
anak untuk lebih giat belajar, sehingga anak dapat meningkatkan prestasi
belajarnya.[9]
B.
Hubungan
Antara Peran Orang Tua dengan Motivasi Belajar Anak
Untuk
mendukung keberhasilan anak-anaknya keluarga mempunyai andil yang sangat besar
dalam terutama dalam memotivasi
belajarnya. Karena dengan motivasi yang
besar dari orang tuanya maka anak akan termotivasi dalam belajarnya sehingga
anak-anak semangat dalam belajar dan akhirnya akan memperoleh hasil yang
memuaskan.
Motivasi
belajar dari orang tua merupakan salah satu bentuk nyata pentingnya peran orang
tua terhadap pendidikan
anak-anaknya. Menurut Sardiman
motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat intelektual yang
mempunyai peran menumbuhkan gairah merasa senang dan semangat untuk belajar
pada anak. Dengan demikian, motivasi
merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam belajar anak.
Pada
kenyataannya pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu
kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah
seiring dengan perkembangan zaman. Maka dalam hal ini orang tua mempunyai tugas
yang sangat penting dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi putra-putri
mereka. Orang tua berperan amat penting dalam membangkitkan dan meningkatkan
motivasi belajar anak. Orang tua adalah guru pertama bagi anak karena orang
tualah yang pertama kali mendidik atau menanamkan pendidikan kepada
anak-anaknya.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Orang tua memiliki peranan yang
sangat penting dalam pendidikan anak-anaknya di antaranya sebagai
motivator. Dalam hal ini orang tua harus
senantiasa memberikan dorongan kepada
anaknya agar mempunyai semangat dalam belajar, khususnya dalam belajar di rumah
sebagai penunjang keberhasilan prestasi di sekolahnya.
Adapun
upaya yang dapat dilakukan orang tua
dalam meningkatkan motivasi belajar
anak antara lain:
1.
Mengetahui
hasil
2.
Memberikan
hadiah dan hukuman
3.
Pemberian
penghargaan
4.
Pemberian
perhatian
5.
Menyediakan
alat atau fasilitas yang dibutuhkan
Orang
tua sebagai pendidik harus senantiasa memperhatikan perkembangan pribadi anak
sebagai penentu dalam perlakuan pendidikan yang sesuai dengan periode atau
tingkat usia serta kemampuan berfikir
anak.
B.
Saran
Kita sebagai
mahasiswa tidak terlepas dari motivasi belajar, oleh sebab itu saya sebagai
pemakalah mengharapkan kepada siding pembaca dengan adanya makalah ini semoga
kita dapat mengetahuai tentang bagaimana peran orang tua dalam meningkatkan
motivasi belajar pada peserta didik/anak. Walaupun makalah ini jauh dari
kesempurnaan tetapi apabila kita membaca dan memahaminya, semoga banyak manfaat
yang dapat kita ambil.
DAFTAR
PUSTAKA
A.M, Sardiman.,
1996, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lestari, Sri., 2012,
Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, Jakarta:Prenada
Media Group.
Prayitno., 2009,
Dasar Teori dan Praktisi Pendidikan, Jakarta: Grasindo
Purwanto, M.
Ngalim., 1995, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins,
Stephen P.; Timothy A. Judge., 2008, Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta:
Salemba Empat.
Slameto.,
1995, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta.
[1]
Sri Lestari., Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta:Prenada Media Group, 2012), hlm. 2-3
[2] Prof. Dr. Prayitno, M. Sc., Ed. Dasar Teori dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 358
[3] Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm. 73
[4] Ibid. hlm. 75
[5] Stephen P. Robbins., Timothy A. Judge., Perilaku Organisasi Buku 1, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 222-232
[6] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 70-71
[7] op.cit. Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, hlm 92
[8] Ibid. hlm. 91
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 63
Sri Lestari., Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, (Jakarta:Prenada Media Group, 2012), hlm. 2-3
[2] Prof. Dr. Prayitno, M. Sc., Ed. Dasar Teori dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 358
[3] Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm. 73
[4] Ibid. hlm. 75
[5] Stephen P. Robbins., Timothy A. Judge., Perilaku Organisasi Buku 1, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 222-232
[6] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 70-71
[7] op.cit. Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, hlm 92
[8] Ibid. hlm. 91
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 63